Menyusun Cerita Praktik Baik (Best Practice) Menggunakan Metode Star (Situasi, Tantangan, Aksi, Refleksi Hasil Dan Dampak)
Terkait Pengalaman Mengatasi Permasalahan Siswa Dalam Pembelajaran Bahasa Mandarin di SMA Kristen 1 Salatiga
Ditulis oleh: Theresia Yuwono, S.Pd., B.Ed., M.M.
Pengajar Bahasa Mandarin di SMA Kristen 1 Salatiga
15 Januari 2022
Pendahuluan
Era globalisasi telah membuat masyarakat sadar betapa pentingnya mempelajari bahasa asing. Kemampuan berbahasa asing menjadi salah satu kompetensi yang perlu dipersiapkan saat seseorang masuk ke dunia kerja. Saat ini Bahasa Mandarin menjadi salah satu pilihan yang cukup banyak diminati untuk belajar bahasa asing selain bahasa Inggris yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat.
Sejak tahun 2005, SMA Kristen 1 Salatiga sudah menyadari akan pentingnya Bahasa Mandarin dalam kancah Internasional di masa mendatang. Oleh sebab itu, dengan diprakarsai oleh Kepala Sekolah, Dra. Kriswinarti, maka Bahasa Mandarin menjadi salah satu mata pelajaran wajib yang ada di kurikulum. Di tahun-tahun berikutnya diikuti dengan dibukanya jurusan Bahasa dan Budaya dimana Bahasa Mandarin menjadi salah satu elemen utama dalam Ujian Nasional dan dalam perkembangannya juga berhasil membawa puluhan alumni untuk berkesempatan mendapatkan beasiswa di negara Tiongkok.
Di balik kesuksesan para alumni SMA Kristen 1 Salatiga yang sudah berhasil menggondol gelar S1 bahkan S2 di negara tirai bambu tersebut, banyak perjuangan yang harus mereka lakukan sebagai persiapan karena banyak yang beranggapan bahwa Bahasa Mandarin adalah bahasa yang sulit baik pelafalan maupun huruf atau karakternya. Tidak bisa dipungkiri bahwa memang tidak mudah bagi orang awam untuk mempelajarinya sendiri tanpa bantuan tutor/guru pendamping. Oleh sebab itu, di artikel ini penulis ingin membahas permasalahan peserta didik dalam hal pelafalan (Hanyu pinyin ????) dan penulisan karakter (atau biasa disebut Hanzi??) beserta dengan alternatif solusi berdasarkan pengamatan kelas dan hasil diskusi dengan sesama pengajar dan pakar Bahasa Mandarin.
Pembahasan
Bahasa Mandarin adalah bahasa asing yang sangat jarang dipakai di sebagian besar negara kita. Hanya sebagian kecil daerah tertentu saja yang menggunakan bahasa Mandarin untuk berkomunikasi dengan lingkungannya, itupun dicampur dengan bahasa daerah. Selain itu, bahasa Mandarin merupakan salah satu bahasa yang sulit dipelajari karena keunikan tulisannya yang mempunyai sekitar 60.000 karakter, walaupun untuk dapat membaca karakter yang dibutuhkan sehari-hari perlu 6000 karakter yang sebaiknya dipahami. Di sisi lainnya, karena minimnya penggunaan bahasa Mandarin di Indonesia, pelafalan dan penulisan Hanzi menjadi salah satu permasalahan yang disebabkan karena beberapa faktor:
Generasi yang bersekolah di sekolah Tionghoa mulai tahun 1909 hingga 1965 dapat berbahasa Mandarin tapi bukan yang standar, sehingga lingkungan tempat mereka berbicara juga kurang dapat memahami pelafalan, intonasi dan pinyin dalam berbicara. Bahkan penulisan karakter Hanzi juga sudah mengalami perubahan sejak 1949, dari tradisional menjadi yang sudah disederhanakan.
Setelah dilakukan identifikasi masalah dengan berdasarkan pada observasi, wawancara dengan kepala sekolah, rekan sejawat dan pakar, maka ada beberapa tantangan yang muncul sehubungan dengan kesulitan yang dihadapi:
Untuk mengatasi permasalah tersebut, penulis mencoba menerapkan model pembelajaran Problem-based dan Project-based dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
Kesimpulan
Setelah penulis menerapkan model pembelajaran tersebut di beberapa kelas, maka dapat dilihat dampaknya sebagai berikut:
Keefektifan menggunakan metode pembelajaran yang dipakai dapat dilihat dari sudut pandang pembelajaran pelafalan dan penulisan Hanzi. Untuk pelafalan dengan metode drilling (mengulang-ulang) dilihat cukup efektif, dimana siswa diharuskan untuk banyak berlatih termasuk membuat rekaman sendiri. Sebelum membuat rekaman siswa berkonsultasi dan berlatih dulu dengan guru supaya hasil yang ditampilkan benar. Sedangkan untuk penulisan Hanzi, dengan waktu sekitar 1-2 bulan siswa juga mengalami perubahan dalam hal urutan dan ketepatan goresan walaupun secara keseluruhan belum dapat disimpulkan hasil akhirnya karena belajar menulis Hanzi butuh waktu yang cukup lama untuk menghafal dan kemudian menguasainya. Tapi jika siswa di luar sekolah mau menggunakan waktu untuk mempelajari sendiri, maka sebenarnya hasilnya akan sangat efektif.
Penulis menyimpulkan bahwa faktor keberhasilan pembelajaran ini yang utama karena motivasi siswa yang tinggi untuk belajar, diikuti juga dengan motivasi guru yang tinggi untuk mendorong siswa menguasai pelafalan dan penulisan Hanzi dan pemaksimalan penggunaan media pembelajaran interaktif dari internet. Sedangkan faktor penentu ketidakberhasilannya adalah karena beberapa siswa masih menganggap bahwa bahasa Mandarin itu sulit (demotivasi). Dari pihak guru, kadang guru tidak punya waktu untuk mengoreksi kesalahan siswa, sebaliknya hanya memberikan tugas tanpa umpan balik. Karena terbatasnya waktu, guru juga sering tidak punya cukup waktu untuk membuat media pembelajaran yang menarik agar siswa lebih berminat belajar.
Pada akhirnya, dalam mengajarkan Bahasa Mandarin guru perlu selalu menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk belajar, termasuk menjelaskan pentingnya bahasa Mandarin di masa sekarang ini dengan tetap memasukkan unsur-unsur budaya asli Tionghoa untuk memperkaya ilmu dan menambah wawasan mereka. Guru dituntut untuk mampu melakukan pembelajaran yang inovatif karena yang dihadapi sekarang ini adalah siswa-siswa gen Z yang dekat dengan gadget, tidak lupa guru diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang student-centered sehingga kemajuan siswa juga dapat terpantau dengan baik.
Penulis bersama dengan Dra. Kriswinarti – Kepala Sekolah SMA Kristen 1 Salatiga menerima tamu dari Jepang saat melakukan penelitian pembelajaran bahasa Mandarin di sekolah-sekolah di Indonesia dalam rangka meraih gelar Doktoral di Hiroshima University.
REFERENSI
https://www.depoedu.com/2020/10/20/edu-talk/jejak-sekolah-tionghoa-dalam-sejarah-indonesia/